RUMAH (LAMUN) BAGI MEREKA (DUGONG) YANG DILUPAKAN DARI EKOSISTEM


Assalamualaikum,

Hallo buddies, kami dari Marine Conservation Club Universitas Nasional (MCC UNAS), ingin berbagi informasi mengenai Dugong (Duyung) dan “Rumahnya”. Yuk Kita saling berbagi informasi mengenai biota laut ini.

Gambar 1. Dugong dan “Rumahnya” (Padang Lamun). (Gambar dari DSCP Indonesia)

Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang hampir sebagian besar adalah perairan. Ekosistem pesisir merupakan ekosistem penunjang yang sangat penting terutama untuk kita yang tinggal di negara kepulauan. Ekosistem pesisir umumnya terdiri atas 3 komponen penyusun, yaitu mangrove, lamun dan terumbu karang. Bersama-sama ketiga ekosistem tersebut merupakan unsur penting dari proses kehidupan di pesisir.
Jika mangrove dan terumbu karang mungkin seringkali kita lihat dan dengar dari buku bacaan ataupun tayangan televisi terutama bagi orang awam yang mereka ketahui umumnya hanya 2 kompenen tersebut. Ada satu komponen yang sering terlupakan bahkan hanya sedikit yang mengtahuinya, yaitu lamun.  

Gambar 2. Tiga komponen penyusun ekosistem pesisir. (Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Serang, KKP)
Lamun (seagrass) merupakan tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang hidup dan berkembang baik pada lingkungan perairan laut dangkal, estuary dengan kadar garam tinggi, daerah yang selalu mendapat genangan air atau pun terbuka saat air surut, pada subtrat pasir, pasir berlumpur, lumpur lunak dan karang. Masyarakat yang hidupnya jauh dari pesisir banyak yang keliru membedakan antara lamun (seagrass) dengan rumput laut (seaweed). Terkadang lamun disebut sebagai rumput laut karena bentuknya menyerupai rumput di daratan.
Lamun juga memiliki ekosistem yang sering disebut dengan Ekosistem padang lamun, yaitu ekosistem pesisir yang ditumbuhi oleh lamun sebagai vegetasi yang dominan serta mampu hidup secara permanen di bawah permukaan air laut. Lamun memiliki daun, batang rhizome dan akar (Kawaroe 2009). Tumbuhan lamun terdiri dari 60 jenis, 12 marga dan 4 famili. Di Indonesia sendiri terdapat 13 jenis lamun yang di temukan yaitu Cymodocearotundata, C. serrulata, Enhalus scoroides, Halodule pinifolia, Halodule ninervis, Halophila decipiens, H. Minor, H. Ovalis, H. spinulosa, H. Sulawesii, Thalassia hemprichii dan Thalassodendron ciliatum (Kuo, 2007).


Halophila ovalis                Halophila spinulosa

            Cymodocea rotundata         Thalassia hemprichii
            Gambar 3. Beberapa jenis lamun yang berada di Indonesia.

Menjadi salah satu tumbuhan laut yang unik, lamun membentuk ekosistem yang memiliki fungsi ekologis yakni (1) produsen primer, (2) pendaur unsure hara, (3) penstabil dasar perairan dengan system perakarannya yang dapat menangkap sedimen (sediment trapping), (4) sebagai habitat, tempat pemijahan (spawning ground), tempat pengasuhan (nursery ground) dan tempat mencari makan (feeding ground) serta tempat berlindung organisme laut lainnya (Nybakken 1992).
Berdasarkan beberapa penelitian menyatakan bahwa padang lamun di daerah tropis merupakan ekosistem alam yang paling produktif. Selain produktifitasnya yang tinggi, lamun juga mempunyai kecepatan pertumbuhan yang tinggi. Namun pada kenyataannya keberadaan lamun saat ini sangat memprihatinkan, fungsi lamun yang begitu penting tetapi disisi lain perhatian kita terhadap ekosistem ini sangat kurang. Ekosistem lamun sudah sangat terancam keberadaannya di Indonesia baik secara alami maupun secara buatan.
Berdasarkan Bengen (2001) menjelaskan bahwa terdapat dua dampak yang dapat terjadi pada ekosistem padang lamun, yaitu (1) Dampak kegiatan manusia pada ekosistem padang lamun, seperti pengerukan, pencemaran limbah, dan perusakan total padang lamun. (2) Dampak sekunder pada perairan seperti, meningkatkannya kekeruhan air, biological magnification, penurunan kandungan oksigen terlarut dan eutrofikasi. Dengan adanya dampak-dampak tersebut, diperkirakan padang lamun yang terdapat pada suatu perairan akan berangsur rusak. Hal ini secara tidak langsung akan mengakibatkan hilangnya organisme yang memanfaatkan padang lamun sebagai tempat berlindung atau tempat mencari makan seperti dugong (Dugong dugon).
         Dugong (Dugong dugon) merupakan mamalia laut yang lebih dikenal dengan sebutan “duyung” berasal dari ordo sirenia dan family Dugongidae. Di dunia hanya ada satu jenis dugong yaitu Dugong dugon hidup pada perairan laut dangkal dari pesisir timur Afrika dan sampai Vanatu disebelah Paupa New Guinea, sedangkan sebaran dugong di indonesia mulai dari utara Sumatera sampai dengan timur Papua yang memanfaatkan lamun sebagai sumber makanannya.
Dari 13 jenis lamun yang ada di Indonesia dan menjadi favorit dugong adalah biasa ditemui pada daerah dengan substrat berpasir pada kedalaman kurang dari 10 meter, meskipun ada beberapa jenis dari lamun yang hidup pada kedalaman 30 meter. Keberadaan dugong di Indonesia sangat sulit untuk diketahui dan ditemukan, dugong juga termasuk kategori hewan yang dilindungi dan menurut IUCN (2008) termasuk hewan yang rentan kepunahan (vulnarable). Keadaan ini bisa terjadi karena dugong merupakan salah satu hewan yang sering diburu untuk dipergunakan sebagai makanan dan obat-obatan, seperti yang banyak terjadi diperairan Bintan, dugong di buru oleh para suku laut.
         Dugong merupakan mamalia laut herbivora yang memanfaatkan lamun sebagai sumber makanannya, dari 13 jenis lamun yang terdapat Indonesia hanya beberapa yang menjadi favorit dugong yaitu Halophila sp (Prenn, 1995), Cymodocea sp dan Halodule sp (Heinsohn dan Birch, 1972). Jenis ini termasuk tumbuhan lamun yang lembut dan mudah dicerna tetapi mempunyai nilai gizi tinggi.



Gambar 4. Perilaku makan Dugong (https://www.kompasiana.com ; https://www.gadis.co.id)

         Padang lamun merupakan salah satu tempat yang digunakan dugong untuk melakukan aktivitas seperti makan, jejak makan atau feeding trail yang dipakai sebagai indikator keberadaannya juga jenis keanekaragaman lamun. Namun sekarang banyak kerusakan terjadi akibat aktivitas manusia yang merusak ekosistem lamun. Hal ini yang menjadi perhatian bagi Dugong and Seagrass Conservation Project Indonesia (DSCP Indonesia) untuk membantu pelestarian dugong dan habitatnya karena mengingat ekosistem lamun masih perlu untuk perhatian yang lebih lanjut.
Kami berharap dengan adanya kampanye yang dilakukan oleh DSCP Indonesia melalui lomba ini bisa menambah pengetahuan bagi masyrakat luas untuk lebih peduli lagi dengan Si Dugong dan “Rumahnya” yaitu Lamun sehingga pelestarian biota-biota di laut Indonesia tetap tejaga dengan baik. Karena peran kami sebagai masyarakat Indonesia sangatlah penting untuk membantu menjaga lingkungan demi terciptanya keseimbangan ekosistem.

Sumber :
  1. Jurnal ilmiah Agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU ternate Vo. 3, Edisi 1, Mei 2010)
  2. Juraij. 2016. “Hubungan Fungsional Sebaran Jenis Lamun dengan Kemunculan Dugong dugon Di Pulau Bintan (Desa Pengundan dan Desa Busung) Kepulauan Riau.
  3. DSCP Indonesia.
  4. Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Serang, Kementrian Kelautan Perikanan (KKP).
  5. www.kompassiana.com
  6. www.gadis.co.id


Created by, Tim Humas Marine Conservation Club Universitas Nasional (MCC UNAS)

Komentar

  1. Peduli saja tidak cukup apabila tidak ada aksi nyata dalam melindungi dugong dan "rumahnya"

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sea grass

Pembuatan Transek Permanen dan Monitoring Terumbu Karang di Pulau Tunda, Kabupaten Serang, Provinsi Banten