Nekton dan Kehidupan di Habitat Mangrove



Pengertian dan Deskripsi Nekton  | Komponen-komponen di ekosistem perairan berdasarkan cara hidupnya adalah bentos, perifiton, plankton, dan nekton. Salah satu komponen yang memiliki variasi organisme yang sedikit dalam suatu perairan adalah nekton dan memiliki peranan cukup penting dalam rantai makanan suatu perairan (Umar, 2012). Nekton adalah organisme laut yang dapat bergerak atau berenang sendiri dalam air sehingga tidak bergantung pada arus laut yang kuat atau gerakan air yang disebabkan oleh angin. sebagai contohnya adalah ikan, cumi-cumi, udang, kepiting, mamalia dan reptil laut (Alfiah, 2011).

Parameter Fisika-Kimia Kehidupan Nekton

Muara sungai merupakan wilayah yang banyak mengandung zat hara yang dialirkan oleh sungai ke laut juga dipengaruhi oleh berbagai proses fisika dan kimia perairan lainnya seperti: pasang surut, arus, suhu dan salinitas. Pengaruh fisika dan kimia tersebut akan mengakibatkan daerah muara memiliki dinamika fluktuasi kualitas perairan dan produktivitas yang tinggi (Odum, 1971). Menurut Barus (2004), arus mempunyai peranan yang sangat penting terutama pada perairan mengalir. Hal tersebut berhubungan dengan penyebaran organisme air dan mineral yang terdapat di dalam air sehingga arus merupakan faktor pembatas bagi jenis nekton untuk memperoleh makanan karena plankton-plankton yang merupakan makanan bagi nekton tidak dapat bertahan dan cendrung untuk terbawa arus. Kecepatan aliran air mengalir akan bervariasi secara vertikal, semakin ke bagian dasar sungai arus semakin melambat.
Kedalaman merupakan salah satu parameter fisika, dimana semakin dalam perairan maka intensitas cahaya yang masuk semakin berkurang. Kedalaman merupakan wadah penyebaran suatu organisme akuatik seperti nekton dan sebagainya (Lumbanbatu, 1983). Kecerahan perairan sangat dipengaruhi oleh keberadaan padatan tersuspensi, zat-zat terlarut, partikel partikel dan warna air. Pengaruh kandungan lumpur yang dibawa oleh aliran sungai dapat mengakibatkan tingkat kecerahan air menjadi rendah, sehingga dapat menurunkan nilai produktivitas perairan dan mempengaruhi nekton pada waktu memijah (Nybakken, 1992).
Menurut Simaremare (2007), suhu berperan sebagai pengatur proses metabolisme dan fungsi fisiologis organisme, suhu juga sangat berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu yang baik bagi pertumbuhannya. Perubahan temperatur akan mengubah pola sirkulasi stratifikasi dan gas terlarut sehingga akan mempengaruhi kehidupan dalam air. Salinitas merupakan salah satu parameter lingkungan yang mempengaruhi proses biologi dan secara langsung akan mempengaruhi kehidupan organisme antaara lain akan mempengaruhi laju pertumbuhan, jumlah makanan, dan daya kelangsungan hidup (Adrianto, 2006). Dissolved Oxyde (DO) atau oksigen terlarut yaitu jumlah mg/L gas oksigen yang terlarut dalam air dan merupakan faktor penting sebagai pengatur metabolisme tubuh organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Pengaruh oksigen terlarut terhadap fisiologis air terutama adalah dalam proses respirasi. 
Keadaan perairan dengan kadar oksigen yang sangat rendah berbahaya bagi organisme akuatik karena semakin rendah kadar oksigen terlarut, semakin tinggi toksisitas (daya racun). Adapun kadar oksigen terlarut di perairan alami biasanya < 10 mg/L (Effendi, 2003). Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu parameter yang menentukan produktivitas perairan dan sebagai kualitas air yang mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan kimia di dalam air (Rifai et.al., 1993 ). Pescod (1973), menjelaskan bahwa sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai pH sekitar 7-8,5.

Kepadatan dan Kenekaragaman Nekton di Hutan Mangrove

Salah satu indikator dari optimal dan lestarinya kondisi hutan mangrove adalah stabilnya struktur dan komposisi serta tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang dimiliki oleh hutan mangrove tersebut. Keanekaragaman jenis merupakan parameter yang digunakan dalam mengetahui suatu komunitas, parameter ini mencirikan kekayaan jenis dan keseimbangan dalam suatu komunitas. Ekosistem dengan keanekaragaman rendah adalah tidak stabil dan rentan terhadap pengaruh tekanan dari luar dibandingkan dengan ekosistem yang memiliki keanekaragaman yang tinggi (Boyd, 1999).
Menurut Gonawi (2009), dalam ekologi biasanya digunakan indeks keanekaragaman sebagai ukuran kondisi suatu ekosistem yang mungkin dipengaruhi oleh berbagai gangguan lingkungan. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa populasi dari spesies-spesies terbentuk secara bersama-sama, berinteraksi satu dengan lainnya, juga terhadap lingkungan dalam berbagai cara dimana hal tersebut menentukan jumlah spesies yang ada serta kelimpahan relatifnya.
Keanekaragaman hayati adalah suatu ukuran untuk mengetahui keanekaragaman kehidupan yang berhubungan erat dengan jumlah suatu komunitas (Kottelatat et al., 1993). Keanekaragaman jenis (H'), keseragaman (E), kepadatan (K) dan dominasi (C) merupakan indeks yang sering digunakan untuk mengevaluasi keadaan suatu lingkungan perairan berdasarkan kondisi biologi dan digunakan untuk mengukur stabilitas suatu komunitas.
Menurut Nurcahyadi (2000), keanekaragaman spesies terdiri atas dua komponen yaitu jumlah spesies yang ada (umumnya mengarah ke kekayaan spesies) dan kelimpahan relatif spesies mengarah ke keseragaman. Keanekaragaman pada umumnya diukur dengan memakai pola distribusi beberapa ukuran kelimpahan (individu atau produktivitas) di antara spesies.
Suatu lingkungan yang stabil dicirikan oleh kondisi yang seimbang dan mengandung kehidupan yang beranekaragam tanpa ada suatu spesies yang dominan (Odum, 1971). Menurut Krebs (1972), ekosistem yang baik mempunyai ciri-ciri keanekaragaman jenis yang tinggi dan penyebaran jenis individu yang hampir merata di setiap perairan. Perairan yang tercemar pada umumnya kekayaan jenis relatif rendah dan di dominasi oleh jenis tertentu.
Dominasi jenis sering terjadi karena beberapa hal antara lain adalah kompetisi pakan alami oleh jenis tertentu yang disertai perubahan kualitas lingkungan, tidak seimbangnya antara predator dan mangsa sehingga terjadi kompetisi antar jenis. Sejumlah besar nekton yang di perairan sungai, membentuk komunitas yang berbeda-beda dan tiap jenis nekton memiliki spesialisasi dan mampu memanfaatkan pakan dengan seefisien mungkin, karena persaingan antara jenis dalam memperoleh pakan alami (Gonawi, 2009).
Secara umum nilai kualitas vegetasi menunjukkan bahwa vegetasi di mangrove tergantung yang memiliki nilai lebih baik, dilihat dari keanekaragaman, kekayaan jenis serta kemerataan. Hal ini berkolerasi positif dengan struktur komunitas ikan dengan jumlah serta keanekaragaman yang tinggi, sedangkan faktor  yang  mempengaruhi keanekaragaman rendah yaitu kelimpahan yang rendah pula. Adapun perbandingan jumlah dengan kelimpahan relatif, menunjukkan bahwa keberadaan mangrove memiliki kontribusi positif terhadap keberadaan struktur komunitas ikan, karena kondisi mangrove sangat penting dalam penyangga kehidupannya maka biota air sangat bergantung dari kondisi mangrove (Sewiko, 2011).
Soviana (2004), juga menyatakan perairan di sekitar hutan mangrove sangat cocok untuk kehidupan kepiting bakau karena sumber makanannya seperti benthos dan serasah yang dipengaruhi oleh kerapatan mangrove itu sendiri. Kholifah et al (2014), mengatakan bahwa faktor yang menyebabkan hubungan antara kerapatan mangrove terhadap kepadatan kepiting bakau adalah keseimbangan antara kemampuan perkembangbiakan kepiting bakau terhadap perkembangbiakan hutan mangrove tersebut. Keeratan hubungan antara kerapatan mangrove dengan kepadatan kepiting bakau dapat dilihat dari besarnya koefisien korelasi (r) dan koefisien determinasi (R2).


DAFTAR PUSTAKA
Adrianto, L. 2006. Sinopsis Pengenalan Konsep dan Metodologi Valuasi Ekonomi Sumberdaya Pesisir dan Laut. Bogor. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, IPB.
Alfiah, T. 2011. Pencemaran Lingkungan. Laporan, Teknik Lingkungan. ITATS.
Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. USU Press, Medan: IV + 164 hlm.
Boyd, C.E. 1999. Codes of practice for responsible shrimp farming. Global Aquaculture Alliance, St. Louis, MO USA. 36 pp.
Gonawi, G. R. 2009. Habitat dan Struktur Komunitas Nekton di Sungai Cihideung-Bogor, Jawa Barat. Skripsi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Kholifah, S., T. S. Raza'i dan A. Zulfikar. 2014. Hubungan Kerapatan Mangrove Terhadap Kepadatan Kepiting Bakau (Scylla sp) Di Kampung Gisi, Desa Tumbeling, Kabupaten Bintan. Skripsi, Manajemen Sumberdaya Perairan. FIKP Umrah.
Kottelatat, M., A. J Whitten., S.N. Kartikasari., dan S. Wirjoatmodjo. 1993. Fres Water Fishes of Westren Indonesia and Sulawesi-Ikan Air Tawar indonesia bagian Barat dan Sulawesi. (Edisi Dwi Bahasa). Periplus Edition LTD., Hongkong. 377 p.
Krebs C. J. 1972. Ecology, the Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Harper and Rows Publisher. 694 p.
Krebs, C. 1985. The Experimental Analysis Of Distribution And Abudance. Second Editions. Harper And Row Publisher. New York.
Lumbanbatu, D. T. F. 1983. Ekologi Umum. Jurusan MSP, FPIK. IPB.
Nurcahyadi, W. 2000. Keanekaragaman Sumberdaya Hayati Ikan di DAS Cikiniki
Nybakken, J. W. 1992. Marine Biologi: An Ecological Approach. 3rd Edition. Harper CollinsCollege Publishers.
Odum, E. P. 1971. Fundamental of Ecology. Oxford of University.W.B Saunders Publishing Company Ltd, Japan.
Pescod, N. B. 1973. Investigation of Rational Effluent and Stream for Tropical Countries, Asian Institute of Technology. Bangkok. Sgh.
Rifai, S. A. N., N. Sukaya, Z. Nasution. 1993. Biologi Perikanan. Edisi 1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Sewiko, R. 2011. Keberadaan Ekosistem Mangrove Terhadap Struktur Komunitas Ikan Di Pesisir Kabupaten Subang, Jawa Barat. Skripsi, Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjajaran.
Simaremare, F. 2007. Studi Kelimpahan dan Struktur Komunitas Fitoplankton di Perairan Danau Toba Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara. Skripsi, Sarjana Biologi FMIPA, UNIMED. Medan.
Soviana, W. 2004. Hubungan Kerapatan Mangrove Terhadap Kelimpahan Kepiting Bakau (Scylla sp) Di Teluk Buo, Kecamatan Bungus Teluk Kabung Padang, Sumatera Barat. Skripsi, Universitas Sumutra Utara.
Umar, M. R.  2012. Penuntun Praktikum Ekologi Umum. Universitas Hasanuddin. Makassar.


Created by DS

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sea grass

Pembuatan Transek Permanen dan Monitoring Terumbu Karang di Pulau Tunda, Kabupaten Serang, Provinsi Banten

RUMAH (LAMUN) BAGI MEREKA (DUGONG) YANG DILUPAKAN DARI EKOSISTEM