Populasi Hiu Indonesia disorot Media Asing! Lalu Apa yang harus Kita Lakukan?


Figure 1. Postingan dari Instagram @discoversharks yang sempat membuat warganet International geram

Masa-masa pandemic Covid-19 benar-benar telah membuat media Indonesia buta akan informasi yang berbau konservasi. Kita selalu disuguhkan mengenai informasi mengenai kesehatan, politik, maupun hiburan lainnya. Tidak salahnya untuk memberikan berbagai informasi tersebut, namun sangat disayangkan jika masyarakat tidak diberitahukan mengenai keadaan konservasi terutama di Indonesia saat ini. Oleh karena itu, kita perlu lebih memprihatinkan kembali. Sungguh ironi jika media asing lah yang lebih “update” terhadap berita konservasi di Indonesia dibandingkan media yang berada di Indonesia itu sendiri.

Apa Kalian Mengetahui Bahwa Populasi Hiu Di Indonesia Sedang Terancam Saat Ini?

Indonesia merupakan negara dengan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah. Salah satu kekayaan SDA Indonesia berada di sektor Sumber Daya Laut. Laut Indonesia menyimpan kenaekaragaman hayati dan kekayaan yang luar biasa, mulai dari minyak bumi, gas alam, hingga biota laut yang sangat banyak, seperti lebih dari 2.300 spesies ikan karang, serta keanekaragaman hewan elasmobranch/ikan bertulang rawan yaitu hiu dan pari (Tim Peneliti, 2016).  Diperkirakan lebih dari 75 jenis hiu ditemukan di perairan Indonesia dan sebagian besar dari jenis tersebut potensial untuk dimanfaatkan. Hampir seluruh bagian tubuh hiu dapat dijadikan komoditi, dagingnya dapat dijadikan bahan pangan bergizi tinggi (abon, bakso, sosis, ikan kering dan sebagainya), siripnya untuk ekspor dan kulitnya dapat diolah menjadi bahan industri kerajinan kulit berkualitas tinggi (ikat pinggang, tas, sepatu, jaket, dompet dan sebagainya) serta minyak hiu sebagai bahan baku farmasi atau untuk ekspor. Tanpa kecuali gigi, empedu, isi perut, tulang, insang dan lainnya masih dapat diolah untuk berbagai keperluan seperti bahan lem, ornamen, pakan ternak, bahan obat dan lain-lain (Wibowo dan Susanto, 2005).

Hiu merupakan salah satu predator puncak (apex). Banyak sekali film-film “Hollywood” yang menjadikan hewan ini sebagai tokoh utama dalam film tersebut dan digambarkan sebagai mesin pembunuh manusia yang mengerikan. Namun, bagaimana sebenernya kehidupan asli ikan hiu saat ini dan apa yang sebenarnya terjadi? Mari kita cek!

Secara ilmiah ikan hiu merupakan top predator yang merupakan penjaga dan juga pembersih pada rantai makanan. Hiu mampu memangsa organisme di bawahnya walaupun dalam keadaan sakit atau terluka. Bagi sebagaian orang hiu merupakan hewan yang menakutkan. Namun, siapa sangka ternyata di Indonesia sendiri sebaliknya. Manusia yang lebih mengerikan dibandingkan Hiu yang dianggap sebagai spesies laut mengerikan di dunia.

 

Bagaimana bisa?

Akhir-akhir ini, laut Indonesia sedang disorot oleh media international dengan nama akun @discoversharks. Berita tersebut di tulis pada tanggal 30 juni 2021 dengan keterangan “Indonesia memiliki populasi lebih dari 260 juta orang dan merupakan salah satu negara yang paling tergantung pada laut di dunia. Identifikasi sirip hiu yang tidak diketahui dari pasar ikan indonesia menyingkapkan sebuah perikanan yang sangat mengeksploitasi spesies yang terancam dan terancam punah. Secara total, 80% dari spesies yang diidentifikasi dianggap terancam punah, rentan atau terancam. Jika populasi hiu terus merosot akibat kurangnya aksi konservasi, industri pariwisata bisa mengalami kerugian ekonomi akibat pariwisata shark dan ray lebih dari USp 121 juta per tahun pada tahun 2027. Membiarkan eksploitasi hiu terus untuk perdagangan sirip hiu tidak hanya mempengaruhi masyarakat kecil bahwa ikan mereka, itu memiliki dampak pada seluruh Indonesia. Oleh karena itu, konservasi hiu sama banyaknya dengan masalah manusia, seperti hal lainnya” (sudah diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia). Pada keterangan tersebut juga dilampirkan dengan video yang memperlihatkan kondisi yang ditampilkan pada post tersebut. Post tersebut menggambarkan beberapa nelayan yang sedang mengangkut hiu di tengah kumpulan hiu yang mati tergeletak.

Sontak video tersebut sangat membuat warganet international geram. Banyaknya warganet yang berkomentar atas keprihatinannya maupun kekesalannya. Berikut sedikit cuplikan komentar warganet International yang kami rangkum.

Figure 2. Beberapa rangkuman komentar warganet Internasional

Banyak sekali komentar kekesalan atas sikap warga Indonesia yang tidak dapat menjaga kelestarian keanekaragaman hayati terutama spesies Hiu. Dimana pada sebuah studi yang diterbitkan di jurnal Nature menghitung populasi hiu dan pari Dunia dari tahun 1970 hingga 2018. Hasilnya, ditemukan penurunan 71,1 persen dan berdampak tiga spesies terancam punah.

Menurut WWF Indonesia, hiu dan pari di Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang kritis, baik spesies yang hidup daerah terumbu karang atau di wilayah samudera karena mengalami penurunan populasi yang signifikan. Spesies hiu, pari, dan chimera terancam punah karena penangkapan ikan yang berlebihan, baik dengan sengaja maupun tidak. Setidaknya, ditemukan 118 jenis hiu di Indonesia, dimana seperempatnya diberi status Terancam Punah oleh IUCN. Satwa ini juga dikenal bereproduksi secara lambat.

Figure 3. Salah satu pemanfaatan sirip hiu (picture by : www. Google.com )

Sedangkan menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2016, Indonesia merupakan negara produsen hiu terbesar di dunia, dengan kontribusi sebesar 16,8% dari total tangkapan dunia. Tidak hanya ancaman tangkapan sampingan (satwa yang tertangkap secara tidak sengaja), penurunan populasi hiu juga terjadi akibat eksploitasi berlebihan yang didorong oleh tingginya permintaan akan produk-produk satwa tersebut (seperti sirip, daging, dan lain sebagainya). Pemanfaatan dan eksploitasi hiu dan pari (Elasmobranchii) secara global sangat mengkhawatirkan. Tingginya jumlah permintaan sirip hiu dan insang pari manta di pasar internasional, mendorong tanda-tanda eksploitasi berlebih dengan adanya penangkapan hiu dan pari di banyak negara.

Selain 75 jenis hiu, Indonesia juga memiliki lebih dari 130 spesies elasmobranch, termasuk diantaranya kedua spesies pari manta, Manta Birostris dan Manta Alfredi. Kedua spesies pari manta tersebut dikategorikan sebagai hewan langka kategori 'rentan' dalam Daftar Spesies Terancam Punah International Union for Conservation of Nature (IUCN), dan pada tahun 2013, dimasukkan dalam Appendix II Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES). Pari manta selama ini memang dikenal sebagai jenis ikan tulang rawan dengan nilai ekonomis tinggi. Selain dagingnya bisa dikonsumsi dan menjadi sumber protein hewani, kulit pari manta juga bisa dijadikan bahan kerajinan tangan. Sedangkan, bagian tubuh dari pari manta yang paling mahal adalah insang.

Mahalnya harga insang ikan pari manta disebabkan karena mitos insang ikan pari manta dapat meningkatkan stamina seksual pria dewasa. Selain itu, insang ikan pari manta juga dapat dijadikan obat herbal yang dipercaya manjur untuk penyakit organ dalam tubuh manusia serta sebagai obat untuk menyaring segala penyakit. Insang pari manta dipercaya bisa mengobati penyakit kanker, walaupun belum terbukti secara ilmiah (Divisi Humas, 2016). Karena mitos-mitos tersebut, insang pari manta menjadi buruan utama, serta menjadi bahan baku utama dalam pengobatan tradisional China. Kondisi tersebut menjadikan perburuan terhadap ikan hiu dan pari manta sangat gencar dilakukan di beberapa wilayah di Indonesia. Nelayan mengambil sirip ikan hiu dan insang pari manta untuk di ekspor ke luar negeri, seperti China, Taiwan, Hongkong, Jepang dan Korea. Sekitar 15% dari seluruh pasokan sirip hiu dan insang manta di dunia berasal dari Indonesia. Sirip ikan hiu biasanya dijadikan sebagai sup, sementara insang pari manta digunakan untuk pengobatan tradisional China (Mark, 2016).

Data temuan dari WWF Indonesia menyebutkan bahwa setidaknya terdapat 10 juta ekor hiu yang ditangkap di perairan Indonesia (Natalia, 2016). Angka ini masih tergolong kecil jika dibandingkan laporan dari BBC yang menyatakan setidaknya terdapat 100 juta ekor hiu yang ditangkap setiap tahunnya. Sementara itu, dilaporkan hampir 30 juta penangkapan hiu setiap tahun di wilayah perairan Eropa dengan beberapa spesies yang tertangkap meliputi Laut Atlantik dan Laut Mediterania berada dalam Red List disusun oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN). Beberapa jenis hiu yang terancam punah yaitu spurdog, porbeagle shark (hiu porbeagle), basking shark (hiu basking), dan yang rentan diantaranya adalah blue shark (hiu biru) dan hammerhead shark (hiu martil) (Rahmi, 2014). Sedangkan, perburuan terhadap pari manta di Indonesia mencapai hampir 900 pari manta dari sekitar 17.000 pari manta yang diperkirakan hidup di wilayah perairan Indonesia. Jumlah tersebut adalah kalkulasi rata-rata pari manta yang hidup setiap tahun lalu ditangkap dan dibunuh oleh nelayan. (Mark, 2016).

 

Upaya Pelestarian Hiu Di Indonesia?

Simposium Hiu dan Paus ke-III di Indonesia telah dilaksanakan pada bulan April 2021. Beberapa hal yang menyanngkut mengenai upaya konservasi hiu dan paus menjadi fokus utama kegiatan tersebut. Dalam simposium tersebut CEO Yayasan WWF Indonesia, Dicky P.Simorangkir, menyatakan “Lewat symposium hiu dan pari ini kami harap dapat mengumpulkan banyak informasi mengenai populasi dan perilaku spesies ini dari semua pihak, mulai dari nelayan, petugas penyuluh perikanan, mahasiswa, sampai pengelola wisata selam bersama hiu”. Dari perkataan tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa penyusunan rencana aksi konservasi yang efektif harus melibatkan berbagai pihak, salah satunya ialah masyrakat.

Figure 4. Simposium Hiu dan Paus Ke-III

Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan menjadi salah satu  upaya dalam konservasi. Dorongan di sosial media berupa unggahan foto dan juga komentar menganai dukungan konservasi kian marak dilakukan. Hal tersebut mendukunng upaya konservasi sebagai cara dalam memperluas aksi tersbut. Pemerintah sebagai pengambil keputusan dapat lebih memperhatikan berbagai kasus konservasi karena adanya tekanan dari masyarakat di sosial media. Oleh karena itu, bila kita ingin turut berkontribusi dalam kegiatan konservasi maka kita dapat melakukannya melalui aksi kita dalam sosial media yang kita miliki. Hambatan dan batasan yang dimiliki konservasi dahulu kini bisa dipermudah dengan adanya  sosial media, sehingga kita sebeagai pemerhati dan peduli terhadap kelestarian puspa, satwa hingga ekosistem dapat dipermudah dalam penyampaian aksi kita. MARILAH BUDIES KITA SELAMATKAN HIU DAN PARI KITA SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN MAUPUN PELESTARIAN DI MASA MENDATANG!!! SALAM LETARI.

  

Referensi :

Tim Peneliti, 2016, Upaya Perlindungan Pari Manta Lahirkan Tiga Kebijakan di Tingkat Nasional dan Daerah, http://www.conservation.org/global/indonesia/publikasi/Pages/Upaya-Perlindungan-Pari-MantaLahirkan-Tiga-Kebijakan-di-Tingkat-Nasional-dan-Daerah.aspx, (diakses pada tanggal 8  Juli 2021)

Wibowo, S. & H. Susanto, Sumber daya dan Pemanfaatan Hiu, Penebar Swadaya, Jakarta, 2005, hlm. 4.

Divisi Humas, 2016, Tradisi Perburuan Pari Manta di Lamakera, http://uksa387.undip.ac.id/ tradisiperburuan-pari-manta-di-lamakera/, diakses (pada tanggal 8 Juli 2021)

Mark. V Erdmann, 2016, Populasi Hiu dan Pari Manta dalam Ancaman, http://www.antaranews. com/berita/364072/populasi-hiu-dan-pari-manta-dalam-ancaman (diakses pada tanggal 8 Juli 2021)

Natalia Trita Agnika, 2016, Bersatu Menjaga Populasi Hiu, artikel online dalam http://www.wwf.or.id/?49482/Bersatu-Menjaga-Populasi-Hiu, (diakses pada 8 Juli 2021)

Rahmi Hidayati, 2014, “Tingkat Kepatuhan Negara Terhadap Anggota Uni Eropa dalam Regulation on the Removal of Fins of Shark on Board Vessel”, Jurnal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 2 Nomor 3, 2014, hlm. 711.

https://www.wwf.id/spesies/hiu-dan-pari (diakses pada 8 Juli 2021)


Penulis: Seno Wicaksono, Johan Farouq Huri, dan Aqil Rahmadana

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sea grass

Ragam Jenis Makroalga

Pembuatan Transek Permanen dan Monitoring Terumbu Karang di Pulau Tunda, Kabupaten Serang, Provinsi Banten