Hai Dugong!
The Gentle Giants of The Sea
Hallooo
Buddiesss, apa kabar kalian semua?... semoga senantiasa sehat dan diberi
keberkahan dalam hidup kalian. Pada artikel kali ini kita akan membahas tentang
teman laut kita yang kerap kali disalahartikan, yaitu Dugong.
Apa
itu Dugong?...
Dugong
dugon merupakan salah satu mamalia laut yang seringkali
dikenal sebagai ikan duyung ataupun putri duyung. Istilah nama dugong sendiri diambil
dari Bahasa Tagalog dan Melayu (“Duyung” ataupun “Duyong”) yang memiliki arti “Perempuan
Laut”. Hal itu berakibat pada anggapan masyrakat yang mengira dugong sebagai putri
duyung/ikan dan melakukan perburuan hingga pengkonsumsian dagingnya.
Secara
karakteristik dan anatomi dugong berbeda dengan ikan. Mereka merupakan mamalia
laut yang memiliki kelenjar susu (glandula mamae) untuk menyusui anaknya
dan melahirkan dalam reproduksinya. Selain itu, bentuk sirip ekornya yang pipih
dan bercabang serta berbentuk horizontal membantu dugong bergarak di dalam air.
Dugong sendiri tidak bernafas dengan insang melainkan dengan paru-paru sehingga
aktifitasnya dapat dilihat dari permukaan air saat sedang mengambil nafas.
Berat tubuhnya yang mencapai 600 Kg tidak menjadikan dugong sebagai hewan yang
agresif melainkan dugong merupakan satwa laut yang ramah dan pemalu. Oleh
karena itu, perjumpaan dugong dan manusia sangat minim terjadi.
Gambar 1. Dugong Dugon
(https://steemit.com/animal/@jepu/animalphabet-d-ugong)
Dalam taksanomi, dugong diidentifikasi
sebagai Ordo Sirenia dalam Kelas Mamalia yang memiliki kekerabatan Famili
dengan Trichechidae. Saat pertama kali diklasifikasikan oleh Műller pada 1776, dugong
diberi nama Trichechus dugon namun diubah oleh Lacépède menjadi
Dugong dugon hingga saat ini. Salah satu kerabatnya yang berasal dari
Famili Trichechidae ialah Manatee (Trichechus). Berbeda dengan
Dugongidae yang hanya menyisakan jenis Dugong Dugon, Trichechidae
memiliki 3 jenis spesies (Trichechus manatus, Trichechus inunguis,
Trichechus senegalensis). Perbedaan fisik antara Famili Dugongidae dan
Trichechidae terletak pada ekor manatee yang tidak bercabang, tetapi berbentuk
bundar pipih bagaikan dayung.
Dalam
penilitian Hodgson pada 2004 mengungkapkan bahwa perilaku harian dugong
dibedakan menjadi 6, yaitu merumput (feeding), menjelajah (travelling),
istirahat (resting), sosialisasi (socializing), menjungkir (rolling),
dan ke permukaan (surfacing). Dari berbagai perilaku harian yang Hodgson
amati, dugong melakukan aktivitas merumput (feeding) sebagai kegiatan
utamanya. Ordo Sirenia memiliki ciri sebagai mamalia laut herbivora sehingga
perjumpaan dugong berkaitan erat dan bergantung pada keberedaan ekosistem
lamun. Dari banyaknya jenis lamun, dugong memiliki favorit lamun, seperti Halodule
uninervis, H. pinifolia, Syringodium isoetifolium, Halophila ovalis,
H.spinulosa, Cymodocea rotundata, C. serrulata, Thalassia hemprichii, dan
Zostera capricorni.
Gambar
2. Sebaran dugong (Dugong dugon)
di dunia terbatas di derah tropis dan subtropis kawasan perairan Indo-Pasifik.
(Marsh et al., 2002)
Keberadaannya
dapat ditemukan pada 37 negara serta tersebar di perairan laut dangkal yang
tersebar di Lautan Hinda dan Pasifik Barat. Dengan itu dapat disimpulkan bahwa
perjumpaan dugong terdapat di daerah tropis dan sub-tropis di kawasan Indo-Pasifik,
meliputi pesisir timur Afrika hingga Vanuatu di sebelah tenggara Papua New
Guinea. Green Peace pada 2013 mengungkapkan Indonesia sendiri memiliki total
potensi ekositem lamun seluas 30.000 Km2 sehingga itu menjadikan
Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki daya dukung keberedaan
dugong. Namun, pada nyatanya frekuensi perjumpaan dugong Indonesia sendiri
relatif rendah dan umumnya keberadaan dugong terdapat di Indonesia bagian Timur.
Ancaman Kepunahan
Dugong?...
Dahulu
tidak hanya Dugong dugon yang menjadi jenis dari famili Dugongidae,
namun juga terdapat spesies lainya, yaitu Hydrodamalis gigas. Setelah 30
tahun dari pertama kali penemuan Hydrodamalis gigas di alam, hewan ini
mengalami kepunahan yang disebabkan oleh perburuan berlebih (over-hunting)
di Eropa pada 1768. Hewan dengan ukuran 10 meter dan bobot yang bisa mencapai
6.000 Kg tersebut tidak dapat memiliki kemampuan menyelam. Karena hal itu,
raksasa ini menjadi sasaran yang mudah dan empuk untuk diburu.
Tidak
hanya Hydromalis gigas yang mengalami kepunahan, pada 2022 ZSL (Zoological
Society of London) dan the Chinese Academy of
Sciences menyatakan bahwa terjadi kepunahan lokal
dugong di Laut Cina Selatan. Fakta itu didasarkan pada tidak adanya perjumpaan
ataupun bukti keberedaan sejak 2008 hingga 2022. Pada penelitian terakhir ini
dilakukan dengan survey wawancara kepada nelayan pada 4 provinsi di Laut Cina
Selatan dengan meninjau data historis pesebaran dugong di China. Hasil
observasi tersebut didapatkan bahwa tidak adanya bukti keberedaan ataupun
perjumpaannya sehingga disimpulkan bahwa dugong mengalami kepunahan lokal di
area Laut Cina Selatan. Namun, hal
tersebut tidak menutup kemungkinan untuk kedepannya jika masih ada keberedaan
dugong di China. Oleh karena itu, penulis menyatakan jika statusnya harus
dinilai kembali menjadi “Critically Endangered” (Possibly Extinct).
Pendataan
dugong di Indonesia sendiri mengalami penurunan drastis sejak didatanya pada
1970-an. Pada saat itu populasinya didapat 10.000 ekor dan pada 1994
populasinya hanya 1.000 ekor. Penurunan drastis dugong ini yang menjadikan
penetapan statusnya dalam CITES (Convention on
International Trade of Endangered Species) menjadi Appendix I yang berarti
tidak boleh diperdagangkan secara internasional dan statusnya “Vulnerable to
extinction” dalam Red List IUCN (the International Union for
Conservation of Nature's).
Gambar
3.
Pemburuan Dugong
(http://www.australiansforanimals.org.au/2013/11/15/dugong-and-turtle-killers-will-be-liable-for-big-fines/)
Faktor-faktor
penurunan populasi dugong yang disebabkan karena kasus antropogenik yang begitu
banyak, seperti perburuan dengan alasan pemanfaatan konsumsi, obat-obatan,
pernak-pernik hiasan, dan untuk berbagai keperluan kepercayaan serta adat.
Pemanfaatannya pun sangat beragam mulai dari kulitnya yang tebal dijadikan
sebagai alas kaki (sendal), tulang serta gigi/gading yang dijadikan sebagai
pipa rokok dan cinderemata lainnya, hingga dagingnya yang dikatakan mirip
daging sapi dan memiliki kandungan yang sehat karena meraka mengkonsumsi lamun.
Namun, hal-hal seperti itu mulai ditinggalkan dan sudah jarang terjadi lagi
karena tedorong kemajuan zaman.
Hal
yang paling mengancam dugong pada saat ini ialah berkurangnya ekosistem lamun
yang berfungsi sebagai tempat mereka untuk mencari makan. Degredasi ekosistem
ini berdampak pada ruang lingkup dugong dalam mencari makan. Selain faktor
ekosistem lamun pada saat ini, life history dugong juga menjadi faktor
lainnya. Masa hidup Dugong dugon yang mencapai 70 tahun seharusnya dapat
mempermudah mereka dalam memperbanyak keturunan. Namun, dugong baru dapat
memiliki keturunan pada saat mereka berumur 10 – 17 tahun serta usia
kehamilannya sekitar 13 – 15 bulan dan menghasilkan satu anak. Dugong
memerlukan waktu 2,5 – 5 tahun untuk menghasilkan keterunan berikutnya, karena
ia harus menyusui selama 14 bulan dan melakukan parenting hingga sang
anak Juvenile. Faktor tersebut juga menghambat dugong dalam meningkatkan
populasinya. Oleh karena itu, pelestarian Dugong dugon harus segara
dilakukan mengingat dibeberapa lokasi dan kerabatnya yang mengalami kepunahan.
Upaya
Konservasi Dugong?...
Bayang-bayang
kepunahan dugong di Indonesia menjadi faktor terbentuknya beberapa gerakan
dalam melakukan konservasinya. Dalam undang-undang di Indonesia, dugong merupakan
satwa yang dilindungi dengan dimasukannnya dalam UU No.5 Tahun 1990 mengenai “Konservasi
Sumber Daya Hayati” dan Peraturan Pemerintah No. 7/1999 mengenai “Pengawetan
Jenis Tumbuhan dan Satwa”. Meskipun telah
dibentuk peraturan pemerintah dalam melindungi keberlangsungan hidup dugong,
namun kebijakan serta strategi konservasinya baru dikonsepkan pada tahun 2009
dengan dokumen berjudul “National Conservation Strategy and Action Plan for
the Dugong in Indonesia” atau NCSAPDI.
Gambar
4.
Konservasi Dugong
(https://coconuts.co/bangkok/news/orphaned-baby-becomes-face-of-thai-sea-conservation-video/)
NCSAPDI
sendiri memiliki visi “Terwujudnya sistem pengelolaan populasi dugong yang
optimal dan lestari di Indonesia, untuk kesejahteraan masyarakat secara luas, terutama
masyarakat pesisir”. Untuk mewujudukan hal tersebut, NCSAPDI melakukan
“Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Dugong di Indonesia”. Beberapa misi
pelestarian dan pengelolaan yang dilakukan ialah sebagai berikut:
a) Melindungi,
mengelola dan memanfaatkan populasi dugong secara rasional dan
berkelanjutan dengan menjaga keseimbangan antara pemanfaatan dan pelestarian.
b) Mengembangkan
sistem pengelolaan dan pelestarian dengan kerja sama antar
institusi yang terkait dan pemangku kepentingan, dengan prioritas ekonomi
nasional, masyarakat lokal dan pembangunan berkelanjutan.
c) Meningkatkan
kesadaran dan kerja sama antar pemangku kepentingan dalam
pengelolaan populasi dugong dan ekosistem lamun, dan pembangunan rencana
pengelolan berbasis masyarakat.
d) Mengembangkan
mekanisme dan prinsip-prinsip pengelolaan dan pelestarian,
yang didasarkan pada “pendekatan ekosistem” yang mencakup data ilmiah dan
pengetahuan lokal, yang menghasilkan pelestarian dan bentuk pemanfaatan
berkelanjutan yang sesuai dengan daya dukung ekosistem.
Berbagai
penerapan konservasi ini diharapkan dapat menambah populasi dugong serta
menjauhkan ancaman kepunahan yang terjadi. Hal-hal tersebut dilakukan terus
menerus serta memerlukan status popolusi secara pasti, namun minimnya survey
populasi menjadi kendala untuk saat ini. Oleh karena itu, kita memerlukan
biaya, sumber daya, dan waktu dalam mengetahui secara pasti status populasinya.
Kesimpulan…
Dugong
dapat ditemukan pada ekosistem lamun di daerah tropis dan sub-tropis di kawasan
Indo-Pasifik, meliputi pesisir timur Afrika hingga Vanuatu di sebelah tenggara
Papua New Guinea. Namun, pada tahun 2022 terdapat kepunahan lokal dugong di
laut cina selatan yang didasari pada tidak adanya perjumpaan selama 2 dekakade
terakhir. Hal tersebut diakibatkan oleh karena kasus antropogenik yang begitu
banyak, seperti perburuan dengan alasan pemanfaatan hingga degradasi ekosistem
lamun. Sedangkan, di Indonesia sendiri mengalami penurunan drastis sejak
didatanya pada 1970-an. Pada saat itu populasinya didapat 10.000 ekor dan pada
1994 populasinya hanya 1.000 ekor. Bayang-bayang kepunahan dugong di Indonesia
menjadi faktor terbentuknya beberapa gerakan dalam melakukan konservasi
penyelamatannya, baik itu penetapan IUCN, CITES, dan Undang-undang. Selain itu,
terdapat pula perencanaan konservasi dugong agar tetap lestari dan terjaga
keberadaannya.
Penulis: Johan Farouq Huri
DAFTAR
PUSTAKA
Alkadrie, S. I. T. A. et al. (2018). Upaya
penyadartahuan konservasi dugong di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan
Tengah. In: Bunga Rampai Konservasi Dugong dan Habitat Lamun di Indonesia –
Bagian 4. IPB Press.
Amany, C. et al. (2022). Seagrass, dugong,
and people: Lessons learned from community-based conservation in Tolitoli
Regency, Sulawesi Tengah, Indonesia. IOP Conference Series: Earth and
Environmental Science. Vol 967. doi:10.1088/1755-1315/967/1/012032.
Darmansyah, S. et al. 2018. National
Plan of Action for Conservation of Dugong and its Habitat (Seagrass) in
Indonesia. Jakarta: KKP-DJPRL.
Dewi, C. S. U. et al. (2018). Distribusi
habitat pakan dugong dan ancamannya di pulau-pulau kecil Indonesia. Journal
of Fisheries and Marine Science. Vol 2(2): 128-136.
Fachri, F. R. et al. (2016). Sustainable
Livelihood Approach (SLA): Skema pengelolaan dan perlindungan dugong di Kawasan
Konservasi Perairan, Kepulauan Kei, Maluku Tenggara. In: Bunga Rampai
Konservasi Dugong dan Habitat Lamun di Indonesia – Bagian 1. IPB Press.
Juraij. et al. 2017. Laporan: Survei
Dugong dan Habitat Lamun. WWF Indonesia: Jakarta.
Lin, M. et al. (2022). Functional
extinction of dugongs in China. Royal Society Open Science. Vol
9(8):1-7. https://doi.org/10.1098/rsos.211994.
Marsh, H., H. Penrose, C. Eros, and J.
Hugues. 2002. Dugong Status Report and Action Plan for Countries and
Territories. UNEP. Early Warning and Assessment Report Series: 162 pp.
Nabil. 2021. Hewan Mamalia Adalah:
Ciri-Ciri, Jenis, dan Contoh. https://mediaindonesia.com/humaniora/457968/hewan-mamalia-adalah-ciri-ciri-jenis-dan-contoh.
Diakses pada 29 Januari 2023.
Nontji, A. 2015. Dugong Bukan Putri
Duyung. Oseanografi LIPI: Jakarta.
Suraji. et al. 2016. Rencana Aksi
Nasional: Konservasi Dugong dan Habitatnya Lamun di Indonesia Periode ke-1:
2017-2021. Jakarta: KKP-DJPRL-DKKHL
Komentar
Posting Komentar